Assalammu'alaikum,,,Irasshaimase,Wilujeng Sumping, Selamat datang ^_^

Rabu, 06 Juni 2012

Belajar Untuk Menerima Ketidaksukaan

source : google image
 
Berada di sebuah divisi baru membuat saya sempat frustasi. Bagaimana tidak, saya yang selama ini nyaman dengan divisi lama saya yang berhubungan dengan bidang pendidikan sejak 2002. Tahun2010 diminta untuk mengurusi divisi lain yang notabene “ga banget” terkesan membosankan karena berhubungan dengan benda mati, tidak ada tantangan dan yang pasti saya tidak tahu gambaran yang harus saya kerjakan nanti. Awalnya saya hanya diminta membantu saja , karena saat itu divisi tersebut katanya “tidak ada orang”. Atasan saya berusaha meyakinkan saya jika saya tetap bisa beraktivitas di divisi tempat saya bergelut selama ini. 

Apa hendak dikata Maret 2011 mau tidak mau, Allah punya rencana lain secara mengejutkan pertengahan tahun lalu atasan saya mengatakan bahwa beliau akan pindah ke kota asalnya di wilayah Indonesia Timur, mendengar itu saya menangis ….saya katakan padanya betapa saya begitu sedih atas berita ini. Maklumlah hubungan kami sudah seperti saudara. Saya menganggap atasan saya tidak sekedar hubungan atasan bawahan namun  telah menganggap beliau sebagai kakak. Saya juga mengenal keluarga kecilnya secara dekat, kadangkala saya curhat pada istri beliau, tak jarang saya juga mengasuh putri-putrinya jika mereka di bawa ke kantor.  Saat saya menangis tersedu, protes terhadap berita mengejutkan ini beliau hanya berkata “ Cha , kalau boleh saya jujur, seharusnya saya lah yang paling bersedih. Saya sudah sangat lama beraktivitas disini hingga ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan saya. Saya juga sedih karena berpisah dengan kalian (Chaca, Mira, Jim, Mamat dll), berpisah dengan adik-adik mahasiswa binaan kita selama ini, berpisah dengan semua orang dan hal yang ada disini. Saat saya bersedih dan mencari jawaban kenapa saya harus pindah Abah memberikan sebuah nasihat berharga “ Jangan kamu berpikir kamu ingin jadi apa, tapi berpikirlah Allah ingin kamu jadi apa?” Kami pun kembali terisak….

Kata-kata itu begitu melekat dibenak dan hati saya…ya saya pun harus selalu meluruskan niat, sepeninggal beliau saya harus berjuang di “tempat baru” saya…Saya tidak ingin melakukan sesuatu tanpa “hati”. Beberapa kali berpikir untuk mundur tapi kemudian kata-kata itu kembali tergiang-ngiang di telinga saya. Saya ambil air wudhu, dalam kegamangan saya adukan isi hati saya pada-Nya akan sedikit keputusasaan karena saya merasa tidak sanggup menjalaninya. Saat saya menyerahkan dan kembali pada-Nya , saya merasa bahwa Dia menunjukkan kemudahan-kemudahan yang saya artikan bahwa “I on the right right track, just move on,  Allah is always beside me ”. Di sini saya merasakan betul bagaimana “Allah” mendidik saya. Saya dididik akan “kesendirian” dan hanya Allah lah tempat bergantung. Ada saat dimana saya merasa sendiri, didik keras untuk lebih mandiri dan tegas, lebih mengefektikan waktu, belajar menempatkan sesuatu pada tempatnya, menerima ketidaksukaan baik yang berasal dari diri maupun oranglain , lebih legowo (meski kadang menahan air mata), mengontrol emosi meski saat itu saya sedang sangat marah, bernegosiasi dan menjadi moderator dll. Dan saat saya menyerah selalu ada sebuah bisikan “ masa gitu aja nyerah?! Coba dulu jangan nyerah dulu I won’t give up .. I don’t wanna be someone who walks away so easily, I’m here to make a difference that i can make. Our differences they do a lot to teach us how use tools and gifts we got  (Jason Mraz)...wallahualam bish showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar