Assalammu'alaikum,,,Irasshaimase,Wilujeng Sumping, Selamat datang ^_^

Jumat, 26 November 2010

Muda Sayang Anak, Tua Disayang Anak :) By Rakhmita Akhsayanty

Semoga tulisan ini bisa jadi renungan bagi para orangtua pun yang akan menjadi orangtua ..hm tulisan yang bagus, mecerahkan namun ditulis dengan bahsa yang ringan ;) 


“Kesel, masa gak dipercaya ngasuh anak sendiri?! Semua harus pakai cara Eyang!” omel Santi dalam statusnya di sebuah jejaring sosial. Sementara di tempat lain, seorang ibu paruh baya berkeluh kesah sambil memuji anak temannya, “Wah, Adi baik sekali ya, pulang kerja tak lupa membawa oleh-oleh makanan kesukaan ibunya, beda dengan Anto, kalau makan…ya makan sendiri saja..”

Kita semua berharap saat tiba masa tua dan pensiun, anak-anak kita yang telah dewasa menyambut kita dalam kehangatan mereka. Tidak ada konflik, tidak ada pula wajah acuh tak acuh. Kita berharap akan dihormati dan diperhatikan… disayangi sebagaimana waktu kecil kita menyayangi mereka.  

Sayang, jarang orang menyadari bahwa prilaku anak terhadap orangtuanya saat mereka dewasa bagaikan menuai buah setelah ditanam. Sebuah penelitian yang dilaporakan oleh Belsky dkk tahun 2001 menemukan bahwa   Lingkungan keluarga yang suportif dan pola asuh yang positif (penelitian dilakukan saat usia anak 3-15 tahun) ternyata berhubungan dengan tingkat kontak, kedekatan, dan saling dukung antara orang tua dan anaknya kala anak mereka telah menginjak usia 26 tahun.

Kedekatan dalam hubungan inter-generasi ini juga berhubungan dengan kepercayaan yang diberikan oleh orangtua terhadap anaknya saat mereka masih remaja. Anak-anak yang merasa dipercaya saat remaja ternyata di usia 25 tahun lebih dekat dengan orangtuanya dibandingkan dengan yang sebaliknya. Gender berpengaruh dalam hal ini dimana anak perempuan yang merasa tidak dipercaya akan lebih teralienasi dengan orangtuanya saat mereka dewasa dibandingkan dengan anak laki-laki yang merasakan hal serupa.  Penelitian tersebut dilakukan Jacobs & Tanner (1999)

Bagaimana dengan  anak yang termotivasi untuk menyokong orangtua? Ternyata, di luar alasan kewajiban anak untuk berbakti kepada orangtua, tinggi rendahnya motivasi berhubungan dengan seberapa banyak waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas bersama dengan orangtuanya saat mereka masih kecil (Silverstein, 2002). Selain itu, motivasi tersebut juga berhubungan dengan seberapa dini orangtua memberikan dukungan finansial kepada anaknya.

Hidup di zaman serba sibuk kerap membuat para orangtua lupa akan hal yang paling diinginkan anak-anak mereka : kasih sayang dan kebersamaan. Waktu libur di akhir pekan adalah waktu berharga untuk….tidur, alih alih bermain bersama anak. Belum lagi apabila baik ayah maupun ibu sama-sama sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari. Kelak saat tua sudah tiba, hari-hari malah dijalani dengan sepi…

Sebaliknya, anak muda pun membutuhkan orangtua mereka. Sebagai tempat berdiskusi dan berkaca dari banyaknya asam garam yang mereka lalui. Sering juga, orangtua  jadi tempat andalan untuk mengasuh dan mendidik cucu-cucunya sementara ayah dan ibu mencari nafkah. Bagaimana mungkin semua berjalan baik tanpa kehangatan?

Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat, sekaligus menjadi catatan untuk memperluas hati kita untuk memaafkan orangtua kita dan proaktif untuk menjalin kedekatan dengan keduanya..saat mereka haus kehangatan dan perhatian dari kita, anak-anaknya yang sudah dewasa dan tengah meniti tangga kesuksesan :)


___
Referensi :

Belsky, J., Jaffee, S. Hsieh,K., Silva, P. (2001). Child -rearing antecedents of intergenerational relations on young adulthood : a prospective study. Developmental Psychology, 37, 801-813

Jacobs, J.E & Tanner, J.L (1999. August) dalam Santrock, J (2008). Life Span Development. USA : McGraw Hill

Silverstein, M., Conroy, S,J., Wang, H., Glarusso, R. & Bengston, V.l (2002). Reciprocity in parent-life relation over the adult life course. Journals of Gerontology B : Psychological Sciences and Social Sciences, 57,  S3-S13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar